Sepinya Peminat Organisasi Mahasiswa, Masih Relevankah?
5 mins read

Sepinya Peminat Organisasi Mahasiswa, Masih Relevankah?


Aktivitas mahasiswa di kampus (ilustrasi: ai/ra)

Sebagai seorang yang tumbuh kembang di lingkungan organisasi mahasiswa kampus, secara sadar bahwa fenomena mahasiswa hari ini semakin menurun minat untuk mengikuti organisasi baik internal maupun eksternal kampus. Fenomena ini di satu sisi menjadi sebuah alarm pertanda, runtuhnya ketertarikan mahasiswa terhadap dunia organisasi yang cukup lama membersamai dinamika mahasiswa dalam masa perkuliahan di kampus.

Lalu mengapa pada akhirnya fenomena tersebut bisa muncul? Apakah karena organisasi mahasiswa tidak bisa bersaing dengan zaman? Atau justru organisasi-organisasi kampus tidak mampu memberikan kontribusi nyata kepada mahasiswa untuk berdaya saing di dunia kerja masa depan? Atau bahkan, organisasi kampus itu sendiri, senantiasa menggunakan sistem-sistem yang cukup kuno dan sangat tidak efektif dalam menangani permasalahan anak muda?

Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para pengurus organisasi mahasiswa agar memperbaiki citranya kembali dan dapat menarik banyak mahasiswa untuk menjadi kadernya agar dapat tetap menjalankan roda organisasi yang tidak akan mati.

Baca Juga: 35 Mahasantri Siap Berorganisasi Melalui PMII

Pertama, organisasi mahasiswa gagal merespons perubahan zaman. Tanpa dipungkiri bahwa banyak organisasi mahasiswa yang masih menggunakan cara-cara lama dalam menggerakkan roda berjalannya organisasi. Seperti birokrasi yang sangat kaku, dan senantiasa menekankan hierarki kepemimpinan yang menghamba pada senioritas semata.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sedangkan hari ini, mahasiswa di seluruh penjuru negeri dipenuhi oleh para (Gen Z dan Alpha) yang lebih menyukai ruang dialog secara fleksibel, kolaboratif, cepat dan tidak menonton. Mereka tidak menyukai cara lama dari sistem yang terlalu formal dan berjenjang.

Organisasi yang tidak dapat merespons kebutuhan mahasiswa hari ini selama tidak akan dilirik bahkan bisa jadi ditinggal begitu saja. Karena mahasiswa hari ini lebih menyukai sesuatu yang movement yang cepat sebagaimana arus informasi media sosial.

Kedua, Berubahnya ruang interaksi jalanan menuju digital. Dahulu, salah satu ukuran menariknya sebuah organisasi mahasiswa dapat diukur melalui gerakan-gerakan aksi di jalanan, dalam menyuarakan segala aspirasi masyarakat pada pemerintah. Yang mana seorang aktivis organisasi dapat dikatakan sangat keren, bila sudah mampu berorasi dengan lantang guna membela hak-hak masyarakat yang tertindas.

Adapun hari ini, mahasiswa lebih menikmati seruan aksi tanpa melibatkan dirinya turun ke jalanan. Bagi mereka turun ke jalanan guna menuntut dan membela hak-hak masyarakat bisa menggunakan konten-konten di platform media sosial, penggunaan petisi, atau pembentukan opini liar di jejaring media sosial.

Baca Juga: Mahasiswa, Kita Tak Sedang Bicara Masa Lalu

Di satu sisi mahasiswa hari ini sadar bahwa untuk membangun personal branding tidak harus terlibat menjadi pengurus di sebuah organisasi. Mereka cukup menyalurkan ide dan gagasannya serta narasinya melalui segala platform media sosial.

Ketiga, Citra buruk yang diberikan oleh organisasi terhadap publik. Tidak sedikit mahasiswa yang kecewa dengan segala bentuk citra buruk di organisasi yang justru dibuat oleh para pengurus organisasi itu sendiri.

Satu contohnya adalah, saat kontestasi pemilihan calon ketua seringkali diwarnai dengan aksi-aksi premanisme, kerusuhan bahkan kericuhan yang itu sangat tidak diperlukan. Dari fenomena inilah, terbangun citra buruk organisasi mahasiswa di mata para (Gen Z dan Alpha) bahwa bila masuk ke organisasi maka cepat atau lambat mereka akan terlibat hal-hal seperti itu. Sehingga mereka mencoba menghindari untuk masuk ke dalam lingkaran organisasi kemahasiswaan tersebut yang justru sangat tidak sehat.

Apa yang disebutkan di atas juga diperparah dengan kultur organisasi yang sering dijumpai memiliki circle yang toxic. Yang mana dipenuhi segala macam bentuk drama senioritas, dan drama pertikaian politik internal yang tidak ada habisnya. Pada akhirnya organisasi bukan tempat untuk Upgrade diri, tapi menjadi tempat untuk stress yang berujung telatnya lulus kuliah tepat waktu.

Keempat, lemah Regenerasi dan inovasi. Dapat banyak ditemukan organisasi-organisasi mahasiswa yang cukup lemah dalam memberikan regenerasi terhadap anggotanya. Sehingga mereka hanya sering mendapatkan janji-janji manis tentang seputar relasi kekuasaan, relasi politik dan relasi-relasi yang seringkali menghalalkan segala cara untuk berkuasa.

Lingkaran toxic itu tercipta dikarenakan para pengurus organisasi banyak ditemukan hanya mencoba menjaga tradisi secara turun menurun sehingga tidak memiliki inovasi yang relevan guna menghadapi tantangan zaman, di tengah gelombang informasi dan pembaharuan. Akhirnya, organisasi tanpa inovasi hanyalah sebuah perkumpulan yang membosankan dan menjenuhkan.

Baca Juga: Pemimpin Perempuan di Kampus “Masih” Minim, Mengapa?

Kelima, Mahasiswa lebih tertarik pada hal praktis. Banyak mahasiswa yang tidak tersalurkan bakat dan minatnya di organisasi dikarenakan organisasi tidak benar-benar menyuguhkan hal-hal yang berbau praktis seperti pengembangan diri untuk menghadapi tuntutan pekerjaan di masa depan, sehingga banyak ditemukan ungkapan yang cukup menohok; “untuk apa ikut organisasi, bila tidak memberikan dampak untuk mengasah skill dan memberikan ruang untuk pekerjaan di masa depan?”

Saatnya Organisasi Mahasiswa Berbenah

Seandainya tidak ada pembenahan secara struktural dalam lingkup organisasi mahasiswa, maka selamanya Gen Z dan Alpha tidak akan melirik organisasi mahasiswa sebagai tempat untuk menempa diri mereka.

Mahasiswa hari ini memerlukan ruang bebas untuk mengekspresikan diri mereka tanpa adanya sekat seperti senioritas yang justru membebani para anggota organisasi stuck. Tanpa menutup kemungkinan bahwa generasi hari ini butuh ruang yang inklusif, relevan, cepat dan bermakna. Karena pada dasarnya organisasi yang bertahan adalah organisasi yang mampu bertransformasi guna menjadi tempat tumbuh tidak hanya menjadi tempat berkegiatan saja.



Penulis: Dimas Setyawan Saputro
Editor: Rara Zarary

 


News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door