Kesuksesan Seperti Apa yang Kamu Kejar? – KonsultasiSyariah.com
12 mins read

Kesuksesan Seperti Apa yang Kamu Kejar? – KonsultasiSyariah.com


ما النجاح الذي تسعى إليه؟!

Oleh:

Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Bashri

الشيخ عبدالله بن محمد البصري

أَمَّا بَعدُ، فَـ﴿ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُم وَاخشَوا يَومًا لا يَجزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلا مَولُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيئًا إِنَّ وَعدَ اللهِ حَقٌّ فَلا تَغُرَّنَّكُمُ الحَيَاةُ الدُّنيَا وَلا يَغُرَّنَّكُم بِاللهِ الغَرُورُ ﴾ [لقمان: 33].

أَيُّها المُسلِمُونَ، في أَيَّامِ الاختِبَارَاتِ المَدرَسِيَّةِ، يَحلُو الحَدِيثُ عَنِ النَّجَاحِ، وَيَطرُقُ هَذَا اللَّفظُ الرَّنَّانُ الأَسمَاعَ كَثِيرًا، وَيَحُثُّ الآبَاءُ وَالمُعَلِّمُونَ عَلَيهِ الأَبَناءَ وَالطُّلاَّبَ، وَيُزَيِّنُونَهُ لَهُم بِذِكرِ عَوَاقِبِهِ الجَمِيلَةِ وَآثَارِهِ الحَسَنَةِ

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُم وَاخشَوا يَومًا لا يَجزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلا مَولُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيئًا إِنَّ وَعدَ اللهِ حَقٌّ فَلا تَغُرَّنَّكُمُ الحَيَاةُ الدُّنيَا وَلا يَغُرَّنَّكُم بِاللهِ الغَرُورُ

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah akan hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat membela anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) membela bapaknya sedikit pun! Sesungguhnya janji Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah benar, maka janganlah sekali-kali kamu diperdaya oleh kehidupan dunia dan jangan sampai karena (kebaikan-kebaikan) Allah Subhanahu wa Ta’ala kamu diperdaya oleh penipu.” (QS. Luqman: 33).

Wahai kaum Muslimin! Pada masa-masa ujian sekolah ini, pembahasan tentang kesuksesan menjadi sangat menarik. Kata yang begitu sering digaungkan ini banyak sekali mengetuk pendengaran. Para orang tua dan guru akan terus mendorong anak-anak dan para murid mereka untuk meraihnya, dan memperindahnya dengan menyebutkan hasil-hasil yang indah dan pengaruh-pengaruh baiknya.

وَالنَّجاحُ وَإِن كَانَ أَمرًا مُحَبَّبًا لِلنُّفُوسِ، إِلاَّ أَنَّ ثَمَّةَ مَا يُشبِهُ المُبَالَغَةَ في وَصفِهِ في زَمَانِنَا وَالبَحثِ عَن أَسبَابِهِ، خَاصَّةً وَقَد تَأَثَّرَت مُجتَمَعَاتُنَا بِأُمَمٍ لا تُؤمِنُ إِلاَّ بِالمَادَّةِ وَمَا يَنَالُهُ المَرءُ مِن حُطَامِ الدُّنيَا، تَأَثُّرًا غَيَّرَ مَفهُومَ النَّجَاحِ وَالفَشَلِ، وَاختَلَفَتِ النَّظرَةُ مَعَهُ إِلى المَعنى الحَقِيقِيِّ لِلرِّبحِ وَالخَسَارَةِ. يُلحِقُ أَحَدُنَا أَبنَاءَهُ في المَدَارِسِ وَالمَعَاهِدِ وَالجَامِعَاتِ، فَإِذَا مَا أَخفَقُوا فِيهَا أَو لم يُوَفَّقُوا لِنَيلِ شَهَادَاتِهَا، حَزِنَ وَأَسِفَ وَانكَسَرَ خَاطِرُهُ، وَاشتَدَّ في عِتَابِهِم وَبَالَغَ في لَومِهِم، وَرُبَّمَا أَزرَى عَلَيهِم وَكَسَرَ خَوَاطِرَهُم بِكَثرَةِ الانتِقَادِ

Memang meskipun kesuksesan merupakan perkara yang disukai jiwa manusia, tapi ada suatu bentuk berlebih-lebihan pada zaman kita ini dalam menggambarkannya dan mencari cara-cara meraihnya. Terlebih lagi, masyarakat kita telah terpengaruh dengan umat-umat yang tidak mengimani kecuali hal yang bersifat materi dan kenikmatan yang dapat diraih seseorang. Pengaruh ini telah mengubah pandangan tentang definisi kesuksesan dan kegagalan. Bersamaan dengan itu, berubah pula pandangan tentang makna hakiki tentang untung dan rugi.

Ada seseorang dari kita yang memasukkan anak-anaknya di sekolah-sekolah, pesantren-pesantren, dan universitas-universitas. Lalu jika anak-anak itu gagal di sana atau tidak berhasil meraih ijazahnya, ia akan sedih dan berduka cita, harapannya pupus, memberi celaan keras pada mereka, dan berlebihan dalam mencemooh mereka. Bahkan bisa jadi ia kemudian meremehkan mereka dan menyakiti perasaan mereka karena terlalu banyak memberi kritikan.

وَيَدخُلُ آخَرُ مِنَّا في تِجَارَةٍ أَو مَشرُوعٍ، فَيَخسَرُ فِيهِ أَو لا يُحَصِّلُ مَا حَلَمَ بِهِ مِن رِبحٍ مَادِيٍّ، فَتُظلِمُ الدُّنيَا في وَجهِهِ، وَيَكتَئِبُ وَتَنقَبِضُ نَفسُهُ، وَيَرَى أَنْ لا سَبِيلَ بَعدَ ذَلِكَ إِلى السَّعَادَةِ… وَيَتَمَنَّى ثَالِثٌ مَنصِبًا فَتَقصُرُ بِهِ الخُطَا دُونَهُ، فَيَأسَى عَلَى ضَيَاعِ عُمُرِهِ في طَلَبِهِ، وَذَهَابِ جُهدِهِ دُونَ نَيلِهِ، وَعَدَمِ رُؤيَةِ النَّاسِ لَهُ وَقَدِ اعتَلَى ذَاكَ الكُرسِيَّ فَأَمَرَ فِيهِ وَنَهَى، وَخَفَضَ وَرَفَعَ… وَهَكَذَا في غَايَاتٍ دُنيَوِيَّةٍ جَعَلَتِ النُّفُوسُ تَتَطَلَّعُ إِلَيهَا وَتَرغَبُ فِيهَا، وَتَحسَبُ أَنَّهَا وَحدَهَا مَعَايِيرُ النَّجَاحِ وَمَقَايِيسُ الرِّفعَةِ، وَكَأَنَّنَا لم نَقرَأْ يَومًا قَولَ الحَقِّ – تَبَارَكَ وَتَعَالى -: ﴿ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ ﴾ [الزخرف: 32]

Ada juga dari kita yang menjalankan suatu bisnis atau proyek, lalu ia merugi atau tidak mendapatkan keuntungan materi yang ia harapkan, sehingga dunia terasa gelap di pandangannya, merasa depresi, menutup diri, dan memandang bahwa setelah kegagalan ini tidak ada lagi jalan menuju kebahagiaan.

Ada juga orang lainnya yang mengidamkan jabatan, tapi langkahnya terhenti dalam mencapainya, sehingga ia merasakan penyesalan besar karena telah menyia-nyiakan umurnya dalam mengejar jabatan, dan usaha yang telah ia kerahkan demi menggapainya, serta gagal menjadikan orang-orang melihatnya menduduki kursi jabatan dan menjalankan tugas memberi perintah dan larangan, dan menentukan siapa yang dapat ia angkat dan ia pecat.

Demikianlah tujuan-tujuan duniawi, menjadikan jiwa terus haus dan mengidamkannya. Ia menganggap tujuan-tujuan duniawi itulah satu-satunya standar kesuksesan dan ukuran kehormatan, seakan-akan kita belum pernah sekalipun membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Benar, Tabaraka wa Ta’ala:

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az-Zukhruf: 32).

أَجَل – أَيُّهَا الإِخوَةُ – لَقَد جَعَلَ اللهُ مِن سُنَنِ هَذَا الكَونِ تَفَاوُتَ النَّاسِ في تَحصِيلِ مَا يَصبُونَ إِلَيهِ، وَقَضَى أَلاَّ يَكُونُوا عَلَى مُستَوًى وَاحِدٍ في مَعِيشَةٍ أَو دَرَجَةٍ؛ لِيَكُونَ بِذَلِكَ لِكُلٍّ مِنهُم عَمَلٌ يَخُصُّهُ وَمِهنَةٌ يُنَاسِبُهُ، يَخدُمُ بِها غَيرَهُ، وَيَجِدُ فِيها رِزقَهُ، فَإِذَا مَا أَدَّى الَّذِي عَلَيهِ وَأَبرَأَ ذِمَّتَهُ، وَحَقَّقَ قَبلَ ذَلِكَ وَبَعدَهُ الغَايَةَ الكُبرَى الَّتي أَوجَدَهُ رَبُّهُ في هَذِهِ الحَيَاةِ لَهَا وَهِيَ عِبَادَتُهُ، شَعَرَ إِذْ ذَاكَ بِالرِّضَا عَن نَفسِهِ، وَكَانَ هُوَ النَّاجِحَ المُوَفَّقَ السَّعِيدَ… يُقَالُ هَذَا.

Saudara-saudara! Memang benar, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan aturan di alam semesta ini bahwa manusia berbeda-beda dalam meraih apa yang mereka usahakan, dan menentukan bahwa mereka tidak berada dalam tingkatan yang sama dalam kehidupan dan derajat. Itu semua agar tiap-tiap mereka mempunyai pekerjaan dan mata pencaharian yang sesuai, dengan pekerjaan itu mereka dapat melayani orang lain dan mendapatkan rezeki.

Apabila seseorang telah menjalankan tugasnya, dan menyelesaikan tanggung jawabnya, serta sebelum dan sesudah itu ia telah merealisasikan tujuan terbesar dari penciptaan Tuhannya terhadapnya di dunia ini, yaitu untuk beribadah, maka ketika itu ia akan merasakan kepuasan, dan itulah orang yang sukses, mendapat taufik, dan bahagia. Demikianlah dikatakan.

– أَيُّهَا الإِخوَةُ – وَنَحنُ في عَصرٍ حَمَلَ النَّاسُ فِيهِ شِعَارَاتٍ مَادِيَّةً بَحتَةً، وَرَاحُوا يُرَدِّدُونَهَا بَينَهُم، مُتَوَهِّمِينَ أَنَّ النَّجَاحَ مَحصُورٌ فِيهَا وَلا يَتِمُّ إِلاَّ بِهَا، في تَقدِيسٍ لِلمَحسُوسَاتِ وَالمَادِّيَّاتِ، وَمَيلٍ لِلمَكَاسِبِ الدُّنيَوِيَّةِ العَاجِلَةِ، وَحَشرٍ لِمَفهُومِ النَّجَاحِ في اعتِلاءِ مَنصِبٍ أَو تَحصِيلِ سُلطَةٍ، أَو تَحقِيقِ جَاهٍ وَشُهرَةٍ، مَعَ التَّقلِيلِ مِن شَأنِ المَكَاسِبِ الأُخرَوِيَّةِ، وَالغَفلَةِ عَن أَنَّ تِلكَ المُجتَمَعَاتِ الَّتي نَجَحَت في عَدَدٍ مِن مَنَاحِي حَيَاتِهَا، وَمَلأَتِ الدُّنيَا بِمَصنُوعَاتِهَا، وَضَاقَ البَرُّ وَالبَحرُ بِمُختَرَعَاتِهَا، قَد فَشِلَت فَشَلاً ذَرِيعًا في جَلبِ السَّعَادَةِ لَهَا أَو لِشُعُوبِ الأَرضِ الأُخرَى، بَل لَقَد طَالَ شَقَاؤُهَا بِتَسَلُّطِها عَلَى المُجتَمَعَاتِ الأَضعَفِ مِنهَا، وَتَطَاوُلِهَا عَلَيهَا وَظُلمِهَا وَالتَّعَدِّي عَلَى حُقُوقِهَا.

Saudara-saudara! Kita hidup pada zaman ketika orang-orang membawa slogan-slogan materialisme semata dan senantiasa menggaungkan slogan-slogan itu di antara mereka, karena mereka mengira bahwa kesuksesan hanya terbatas pada materi dan tidak dapat sempurna kecuali dengannya. 

Kita hidup pada zaman materialisme didewa-dewakan, kecondongan terhadap prestasi-prestasi duniawi yang semu, dan pemahaman tentang kesuksesan yang terbatas pada menduduki jabatan tinggi, meraih kekuasaan, atau mencapai kedudukan dan ketenaran; bersamaan dengan itu, prestasi-prestasi akhirat dipandang sebelah mata, dan lalai terhadap masyarakat-masyarakat yang berhasil meraih kesuksesan di berbagai aspek kehidupan, memenuhi dunia dengan produk-produk mereka, menjejali daratan dan lautan dengan penemuan-penemuan mereka, tapi mereka gagal besar dalam meraih kebahagiaan bagi mereka atau bagi bangsa lainnya. Bahkan kesengsaraan mereka terus berlanjut karena mereka menindas dan menzalimi bangsa-bangsa yang lebih lemah, dan merampas hak-hak mereka.

إِنَّ النَّجَاحَ لَدَينَا أَهلَ الإِسلامِ، لَيسَ في تَحقِيقِ أَعلَى مَكسَبٍ في تِجَارَةٍ، وَلا في نَيلِ غِنًى مِن مُسَاهَمَةٍ، وَلا في ظُهُورٍ في قَنَاةٍ إِعلامِيَّةٍ، أَو لَمَعَانِ اسمٍ في وَسِيلَةٍ تَوَاصُلٍ، أَو بِمَدحِ مُعجَبِينَ أَو كَثرَةِ مُتَابِعِينَ، إِنَّ النَّجَاحَ لَدَينَا أَسمَى مِن ذَلِكَ وَأَكبَرُ وَأَوسَعُ، فَمَتى حَقَّقَ المُسلِمُ الغَايَةَ مِن خَلقِهِ وَهِيَ عِبَادَةُ رَبِّهِ وَعِمَارَةِ الأَرضِ بما يُرضِيهِ، وَصَلَحَ عَمَلُهُ عَلَى هَديٍ مِن كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ، فَهُوَ النَّاجِحُ المُفلِحُ وَإِن لم يَملِكْ مِنَ الدُّنيَا إِلاَّ قَلِيلاً، وَأَمَّا الغِنَى وَالفَقرُ، وَرِفعَةُ الدَّرَجَةِ في الدُّنيَا أَوِ انخِفَاضُهَا، وَالنَّجَاحُ في اختِبَارٍ مَدرَسِيٍّ أَوِ الإِخفَاقُ فِيهِ، فَمَرحَلَةٌ قَصِيرَةٌ سَتَنتَهِي يَومًا مَا، وَلِبَاسٌ مُؤَقَّتٌ سَيُخلَعُ أَو يَبلَى بَعدَ حِينٍ، وَلَن يُحَصِّلَ النَّجَاحَ الحَقِيقِيَّ في النِّهَايَةِ إِلاَّ مَن آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثم اهتَدَى.

Namun, makna kesuksesan bagi kita, umat Islam, bukanlah dengan meraih laba tertinggi dalam perniagaan, memperoleh kekayaan dari proyek investasi, dapat tampil di saluran televisi, viralnya nama di media sosial, pujian para pengagum, dan banyaknya pengikut. Kesuksesan bagi kita lebih mulia, lebih besar, dan lebih luas daripada itu semua, apabila seorang Muslim telah merealisasikan tujuan dari penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memakmurkan bumi dengan cara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ridhai, dan amalannya sesuai dengan tuntunan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka kita telah menjadi orang yang sukses dan berhasil, meskipun hanya memiliki sedikit kenikmatan duniawi.

Adapun kekayaan atau kemiskinan, ketinggian derajat duniawi atau kehinaan, dan keberhasilan pada ujian sekolah atau kegagalan, maka itu hanyalah fase singkat yang akan berakhir suatu saat nanti, dan jubah sementara yang akan dilepas atau menjadi usang beberapa saat lagi, lalu pada akhirnya tidak akan meraih kesuksesan yang hakiki kecuali orang yang beriman dan beramal saleh lalu mengikuti petunjuk.

أَيُّهَا المُسلِمُونَ، لَقَد طَغَى التَّركِيزُ عَلَى مُصطَلَحِ النَّجَاحِ في مَجَالاتِ الحَيَاةِ الدُّنيَوِيَّةِ في عَصرِنَا، وَكَثُرَ الحَدِيثُ عَنهُ وَتَردَادُهُ عَلَى الأَسمَاعِ حَتَّى تَشَبَّعَت بِهِ القُلُوبُ، وَحَتى أَنسَانَا مُفرَدَاتٍ وَمُصطَلَحَاتٍ أَعلَى مِنهُ وَأَغلَى، كَالصَّلاحِ وَالفَلاحِ، وَالفَوزِ العَظِيمِ وَالفَوزِ الكَبِيرِ، أَجَل – أَيُّهَا الإِخوَةُ – لَقَد تَشَعَّبَ المُثَقَّفُونَ وَالمُدَرِّبُونَ في الحَدِيثِ عَنِ النَّجَاحِ، وَلَكِنَّ أَحَادِيثَهُم ظَلَّت تَدُورُ حَولَ النَّجَاحِ في تَحقِيقِ الثَّرَاءِ، أَو كَيفِيَّةِ الوُصُولِ إِلى مَكَانَةٍ اجتِمَاعِيَّةٍ مَرمُوقَةٍ، أَو طُرُقِ الوُصُولِ إِلى الشُّهرَةِ بِأَقصَرِ السُّبُلِ، أَوِ القُدرَةِ عَلَى تَوسِيعِ دَائِرَةِ العِلاقَاتِ مَعَ الآخَرِينَ، أَوِ الحُصُولِ عَلَى الرِّضَا الوَظِيفِيِّ، أَوِ التَّمَكُّنِ مِنَ الإِلقَاءِ وَالإِمسَاكِ بِزَمَامِ التَّأثِيرِ في المُستَمِعِينَ، في حِينِ كَادَ النَّجَاحُ الأُخرَوِيُّ يُهمَلُ وَيُنسَى وَيُغَيَّبُ، وَلا يُتَحَدَّثُ عَنهُ وَلا تُتَنَاوَلُ أَسبَابُهُ وَلا تُذكَرُ وَسَائِلُهُ.

Wahai kaum Muslimin! Fokus terhadap istilah kesuksesan telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan duniawi pada zaman kita. Pembahasan tentangnya begitu banyak dan selalu digaungkan di telinga, hingga hati kita menjadi jengah, hingga menjadikan kita lupa dengan istilah-istilah yang lebih mulia dan lebih berharga dari itu, seperti kesalehan, keberuntungan akhirat, dan keberhasilan terbesar. 

Saudara-saudara! Memang benar, para pakar dan mentor dalam pembahasan tentang kesuksesan memiliki pandangan yang berbeda-beda, akan tetapi pembahasan mereka tetap hanya berkutat di sekitar kesuksesan dalam meraih kekayaan, cara mencapai kedudukan sosial yang tinggi, metode untuk mencapai ketenaran dengan jalan tercepat, skill memperluas jaringan dengan orang lain, meraih kesuksesan karir, dan kemampuan public speaking dan mempengaruhi para pendengar. Di sisi lain, kesuksesan akhirat hampir terabaikan, terlupakan, dan tersingkirkan sama sekali, tidak ada yang membahasnya, tidak dicari sebab-sebabnya, dan tidak disebutkan cara-caranya.

إِنَّهُ لا يُقَالُ لِلنَّاسِ لا تَجتَهِدُوا في طَلَبِ السَّعَادَةِ في حَيَاتِكُم، أَو لا تَبذُلُوا أَسبَابًا لِتَحصِيلِ قُوتِكُم وَرَاحَةِ نُفُوسِكُم، كَيفَ وَقَد قَالَ – صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ – فِيمَا رَوَاهُ مُسلِمٌ وَغَيرُهُ: ” المُؤمِنُ القَوِيُّ خَيرٌ وَأَحَبُّ إِلى اللهِ مِنَ المُؤمِنِ الضَّعِيفِ وَفي كُلٍّ خَيرٌ ” وَلَكِنَّنَا يَجِبُ أَن نَنتَبِهَ إِلى أَنَّهُ عَبَّرَ عَنِ الفَردِ هُنَا بِالمُؤمِنِ؛ لِيُنَبِّهَ إِلى أَنَّ الإِيمَانَ هُوَ أَغلَى المَكَاسِبِ وَأَفضَلُ النَّجَاحَاتِ، فَمَتى اتَّصَفَ بِهِ العَبدُ كَانَ حَرِيًّا بِهِ بَعدَ ذَلِكَ أَن يَزدَادَ قُوَّةً في غَيرِهِ وَيَتَقَدَّمَ وَيَرفَعَ نَفسَهُ، لَكِنَّهُ لَن يُعَدَّ فَاشِلاً وَإِن لم يَحصُلْ لَهُ شَيءٌ مِنَ الدُّنيَا مَا دَامَ مَعَهُ إِيمَانُهُ، بَل هُوَ نَاجِحٌ وَمُفلِحٌ وَفَائِزٌ بِإِذنِ اللهِ، بَل وَلَعَلَّهُ يَكُونُ خَيرًا مِمَّن هُوَ مُقَدَّمٌ لَدَى النَّاسِ عَلَيهِ لِنَجَاحِهِ في دُنيَاهِ

Kami tidak mengatakan, janganlah kalian berusaha mencari kebahagiaan dalam hidup kalian, atau janganlah kalian mengerahkan usaha untuk meraih kekuatan dan mencapai ketenangan jiwa! Bagaimana itu akan dikatakan, sedangkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri telah bersabda —sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya—: 

المُؤمِنُ القَوِيُّ خَيرٌ وَأَحَبُّ إِلى اللهِ مِنَ المُؤمِنِ الضَّعِيفِ وَفي كُلٍّ خَيرٌ

“Orang beriman yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang beriman yang lemah, tapi tiap-tiap mereka punya kebaikan.” (HR. Muslim).

Namun, wajib kita perhatikan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengungkapkan orang dalam hadis ini dengan orang beriman, untuk memberi penegasan bahwa keimanan adalah prestasi paling berharga dan kesuksesan yang paling utama. Apabila seorang hamba telah beriman, maka sudah sepantasnya baginya setelah itu untuk menambah kekuatan dalam aspek lain, dan meningkatkan nilai dirinya.

Namun, ia tidak akan dianggap gagal meskipun tidak meraih sedikit pun prestasi dunia, selagi keimanan masih bersamanya. Bahkan ia adalah orang yang sukses, berhasil, dan menang dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan bahkan bisa jadi ia lebih baik daripada orang yang lebih diutamakan orang lain karena kesuksesan duniawinya.

وَلَقَد قَادَ الأًمَّةَ فِيمَا مَضَى مِن قُرُونِ عِزِّهَا وَعُهُودِ قُوَّتِهَا رِجَالٌ لَبِسُوا المُرَقَّعَ مِنَ الثِّيَابِ، وَلم يَشبَعُوا مِن فَاخِرِ الطَّعَامِ والزَّادِ، اِفتَرَشُوا الأَرضَ في بَعضِ أَحوَالِهِم وَالتَحَفُوا السَّمَاءَ، وَمَعَ هَذَا كَانُوا أَئِمَّةً عُظَمَاءَ وَقَادَةً نُبَلاءَ وَعُلَمَاءَ فُضَلاءَ، قَادُوا الجَحَافِلَ وَتَصَدَّرُوا في المَحَافِلِ، وَخَدَمُوا المَحَابِرَ فَخَدَمَتهُمُ المَنَابِرُ، وَدَانَت لَهُمُ البِلادُ وَأَذعَنَ لَهُمُ العِبَادُ، فَلَهُم مَعَ فَقرِهِم وَقِلَّةِ مَا يَملِكُونَ، خَيرٌ مِمَّن سَكَنَ القُصُورَ وَمَلَكَ القَنَاطِيرَ وَلَبِسَ الحَرِيرَ، قَالَ – عَلَيهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ -: “رُبَّ أَشعَثَ مَدفُوعٍ بِالأَبوَابِ لَو أَقسَمَ عَلَى اللهِ لأَبَرَّهُ” رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Umat Islam pada era keemasannya dan di zaman kejayaannya telah dipimpin oleh orang-orang yang memakai pakaian penuh tambalan, tidak kenyang dengan makanan mewah, dan hanya tidur beralas tanah dan beratap langit pada mayoritas keadaan mereka.

Kendati demikian, dulu mereka adalah pemimpin-pemimpin agung, panglima-panglima cerdas, dan ulama-ulama mulia, mereka memimpin orang-orang besar, tampil di depan orang banyak, dan melayani ilmu, sehingga mereka disambut oleh mimbar-mimbar, ditakuti oleh negeri-negeri, dan disegani oleh manusia. Meskipun mereka miskin dan tidak memiliki banyak harta, tapi mereka lebih baik daripada orang yang menghuni istana-istana, memiliki harta melimpah, dan mengenakan kain sutra. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

رُبَّ أَشعَثَ مَدفُوعٍ بِالأَبوَابِ لَو أَقسَمَ عَلَى اللهِ لأَبَرَّهُ

“Bisa jadi ada orang yang rambutnya kusam dan akan ditolak ketika hendak bertamu, tapi apabila ia bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan sumpahnya.” (HR. Muslim).

وَعَن سَهلِ بنِ سَعدٍ – رَضِيَ اللهُ عَنهُ – قَالَ: مَرَّ رَجُلٌ عَلَى رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ – فَقَالَ: “مَا تَقُولُونَ في هَذَا؟ ” قَالُوا: حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَن يُنْكَحَ، وَإِنْ شَفَعَ أَن يُشَفَّعَ، وَإِنْ قَالَ أَن يُستَمَعَ ” قَالَ: ثُمَّ سَكَتَ فَمَرَّ رَجُلٌ مِن فُقَرَاءِ المُسلِمِينَ فَقَالَ: “مَا تَقُولُونَ في هَذَا ؟” قَالُوا: حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَلاَّ يُنْكَحَ، وَإِنْ شَفَعَ أَلاَّ يُشَفَّعَ، وَإِنْ قَالَ أَلاَّ يُستَمَعَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ -: “هَذَا خَيرٌ مِن مِلءِ الأَرضِ مِثلَ هَذَا” رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa pernah ada seorang laki-laki yang berlalu melewati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu beliau bertanya, “Bagaimana pendapat kalian tentang orang ini?” Para Sahabat menjawab, “Layak baginya jika melamar akan diterima lamarannya, jika memberi syafaat akan diterima syafaatnya, dan jika berkata didengar perkataannya.” Kemudian Rasulullah diam.

Lalu berlalu laki-laki lain dari kalangan orang-orang miskin kaum Muslimin, dan beliau bertanya lagi, “Bagaimana pendapat kalian tentang orang ini?” Para Sahabat menjawab, “Layak baginya jika melamar akan ditolak lamarannya, jika memberi syafaat akan ditolak syafaatnya, dan jika berkata akan diabaikan perkataannya.” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu bersabda, “Orang ini (yang kedua) lebih baik daripada sepenuh bumi manusia yang seperti orang itu (yang pertama).” (HR. Al-Bukhari).

أَلا فَلْنَتَّقِ اللهَ – أَيُّهَا الإِخوَةُ – وَلْنَحرِصْ عَلَى مَا يُقَرِّبُنَا إِلَيهِ وَيُبَلِّغُنَا رِضَاهُ وَجَنَّتَهُ، أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيمِ: ﴿ وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ ﴾ [الأعراف: 8، 9].

أَمَّا بَعدُ، فَاتَّقُوا اللهَ – تَعَالى – حَقَّ التَّقوَى، وَتَمَسَّكُوا مِنَ الإِسلامِ بِالعُروَةِ الوُثقَى ﴿ وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجعَلْ لَهُ مَخرَجًا ﴾ [الطلاق: 2]. ﴿ وَيَرزُقْهُ مِن حَيثُ لا يَحتَسِبُ ﴾ [الطلاق: 3].

Saudara-saudara! Tidakkah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memberi perhatian besar pada hal yang dapat mendekatkan kita kepada-Nya, dan menyampaikan kita kepada ridha dan surga-Nya?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ

“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Siapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, mereka itulah orang yang beruntung. Siapa yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 8-9).

Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya takwa, dan berpeganglah dengan tali yang kokoh, yaitu agama Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجعَلْ لَهُ مَخرَجًا وَيَرزُقْهُ مِن حَيثُ لا يَحتَسِبُ

“Siapa yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga.” (QS. At-Talaq: 2-3).

أَيُّهَا المُسلِمُونَ، إِنَّ النَّجَاحَ الحَقِيقِيَّ لَيسَ مَعرَكَةً مَعَ المَالِ أَوِ المَنصِبِ، وَلا صِرَاعًا مَعَ الجَاهِ أَوِ الشُّهرَةِ، وَلا هُوَ في النُّبُوغِ عَلَى الأَقرَانِ في أَمرٍ دُنيَوِيٍّ، وَلَكِنَّهُ صُرُوحٌ مِنَ الرِّضا بِمَا قَسَمَ اللهُ تُبنَى في النُّفُوسِ، وَكُنُوزٌ مِنَ القَنَاعَةِ تُملأُ بها القُلُوبُ، وَإِيمَانٌ يُكسِبُ صَاحِبَهُ اليَقِينَ بِأَنَّ مَا عِندَ اللهِ خَيرٌ وَأَبقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِم يَتَوَكَّلُونَ، وَالمُفلِحُ النَّاجِحُ هُوَ مَن مَلَكَ زِمَامَ نَفسِهِ وَأَمسَكَ بِخِطَامِهَا، وَحَدَّ مِن جِمَاحِهَا وَقَهَرَ طُغيَانَهَا، وَأَمَّا مَن أَتبَعَهَا هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ الأَمَانيَّ، فَذَلِكَ هُوَ الفَاشِلُ وَالخَاسِرُ وَالمُخفِقُ، وَإِن نَالَ الشَّهَادَاتِ وَحَصَّلَ أَعلَى الدَّرَجَاتِ، وَنُودِيَ بِاسمِهِ في المُتَفَوِّقِينَ في الاختِبَارَاتِ، قَالَ – سُبحَانَهُ -: ﴿ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا * وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا ﴾ [الشمس: 9، 10] وَقَالَ – تَعَالى -: “﴿ مَن عَمِلَ صَالِحًا مِن ذَكَرٍ أَو أُنثَى وَهُوَ مُؤمِنٌ فَلَنُحيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ﴾ [النحل: 97] وَقَالَ – جَلَّ وَعَلا -: ﴿ الَّذِينَ آمَنُوا وَلم يَلبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأَمنُ وَهُم مُهتَدُونَ ﴾  [الأنعام: 82] وَقَالَ – عَزَّ وَجَلَّ -: ﴿ وَمَن أَعرَضَ عَن ذِكرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا ﴾ [طه: 124].

Wahai kaum Muslimin! Kesuksesan hakiki bukanlah peperangan demi mendapat harta atau kedudukan, bukan pertarungan demi meraih jabatan atau ketenaran, dan bukan pula dengan keunggulan terhadap orang lain dalam urusan duniawi.

Namun, kesuksesan adalah benteng keridhaan terhadap rezeki yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dibangun di dalam jiwa, harta berharga yang berupa sifat qanaah yang memenuhi hati, dan keimanan yang mendatangkan keyakinan bagi pemiliknya bahwa apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada-Nya. 

Orang yang sukses dan berhasil adalah orang yang mampu menguasai hawa nafsu, memegang tali kekangnya, dan mengendalikan kebengisannya, serta menundukkan keliarannya.

Adapun orang yang menuruti hawa nafsunya lalu hanya berangan-angan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berbagai angan-angan, maka itulah orang yang gagal, merugi, dan tumbang, meskipun ia telah meraih berbagai ijazah dan mencapai kedudukan tertinggi serta namanya disebutkan di antara orang-orang yang berada di peringkat atas dalam hasil ujian. Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا * وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10).

مَن عَمِلَ صَالِحًا مِن ذَكَرٍ أَو أُنثَى وَهُوَ مُؤمِنٌ فَلَنُحيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, maka sungguh Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An-Nahl: 97).

الَّذِينَ آمَنُوا وَلم يَلبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأَمنُ وَهُم مُهتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82).

وَمَن أَعرَضَ عَن ذِكرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا

“Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124).

Sumber:

النجاح الذي تسعى إليه؟

Sumber artikel PDF

🔍 Ziarah Kubur Bagi Wanita, Suami Minum Asi, Memotong Bulu Mata, Amalan Pagar Badan Dari Serangan Gaib, Asal Usul Syekh Siti Jenar

Visited 273 times, 1 visit(s) today


Post Views: 153

QRIS donasi Yufid

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door