
KH.Bisri Syansuri dan Sanad Keilmuan Pesantren Tebuireng
Perkembangan sejarah Islam di Indonesia sejak dulu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh besar pondok pesantren. Setiap pondok pesantren memiliki figur sentral ulama yang biasa dipanggil akrab dengan sebutan kyai. Ulama sebagai figur sentral di pondok pesantren bukan sekadar tanggung jawab untuk mentransfer ilmu-ilmu dasar agama, namun yang lebih penting dari itu adalah contoh teladan terbaik terhadap para santrinya. Karena ulama juga mendedikasikan hidupnya untuk senantiasa meneladani Rasulullah SAW, baik dari sisi ilmunya maupun akhlaknya. Dengan demikian di pondok pesantren akan melahirkan generasi yang bermanfaat bagi manusia lainnya yang bukan saja pandai mengambil dalil dari ayat atau hadits, melainkan menjadi santri yang mampu untuk meneladani akhlak rasulullah. Dan juga memberika keteladanan akan arti penting mencintai tanah air Indonesia.
Untuk menjadi pusat Tafaqquh Fiddin (Pendalaman ajaran agama Islam) yang berasal dari dunia Arab maka tidak harus mengimpor dari budayanya, melainkan pondok pesantren tetap tidak pernah keluar dari berkomitmen untuk menjaga dan menjunjung tinggi budaya lokal. Salah satu pesantren terbesar di Indonesia adalah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Pendiri pondok tebuireng adalah KH.Hasyim Asy’ari. Banyak santri beliau yang menjadi ulama-ulama besar di Indonesia salah satunya KH.Bisri Syansuri. Beliau juga pendiri pondok pesantren yang besar yakni Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang. Beliau beserta istrinya, Bu Nyai Hj. Nur Khodijah, yang mendirikan pondok pesantren putri pertama di Jawa Timur. Para santri yang hebat tercetak dari guru-guru yang hebat begitupun KH.Bisri Syansuri yang menjadi santri KH.Hasyim Asy’ari. Dalam hal ini, penulis memilih sosok KH.Bisri Syansuri untuk merekam dan mengabadikan namanya sebagai pendiri pondok yang saat ini penulis sedang menimbah ilmu di dalamnya.
KH.Bisri Syansuri lahir pada tanggal 23 Agustus 1887 di tanah Tayu Wetan, kecamatan Tayu, kabupaten Pati, Jawa Tengah. Daerah Tayu merupakan salah satu titik dan jalur daerah yang penduduknya memegang teguh tradisi keagamaan. Keluarga dari beliau adalah keluarga ulama besar dalam beberapa generasi seperti Kiai Kholil Lasem. KH.Bisri memulai menimba ilmu kepada ayah beliau sendiri KH. Syansuri bin KH. Abdus Shomad. Ayah beliau adalah seorang ulama di daerah Tayu semasa Kiai Nawawi Jepara. KH. Bisri tidak hanya belajar di satu tempat saja. Beliau berguru di banyak pesantren di Indonesia. Melihat jejaring guru-guru beliau, beliau hidup pada masa ketika pesantren tengah mengalami proses konsolidasi sebagai pusat pembelajaran Islam dan basis pembentukan komunitas santri. Pesantren tidak hanya menghadirkan corak Islam yang semakin berbeda dari orientasi kolonial, tetapi juga mengarah pada penciptaan ruang bagi proses atau jembatan untuk memahami ajaran Islam. Hal ini memantapkan beliau untuk berguru kepada KH.Hasyim Asy’ari. Karena KH.Hasyim Asy’ari bersikap sangat teliti mengenai perkembangan tradisi serta orientasi fikih murni dan ilmu nahwu shorof yang ditarik dari tradisi pengembangan hukum agama yang bersifat selektif. Sehingga itu merupakan tempat yang sangat sesuai dengan kepribadian KH. Bisri untuk berguru kepada KH.Hasyim Asy’ari.
Di bawah bimbingan Hadrotus Syekh, KH. Bisri mempelajari ilmu ushul, ilmu fikih, ilmu hadits, dan ilmu tafsir. Cara belajar mengajarnya dengan menggunakan tradisi lisan (ngaji dan bahtsu al masail). Dengan itu, untuk mentransmisikan ilmu-ilmu gurunya kepada santri dan masyarakat luas agar dapat lebih mudah dicerna dan diimplementasikan. Sembari beliau menjadi santri, beliau juga berkiprah di dunia politik, walau pergerakannya tidak vulgar. Beliau tak lepas dari Hadrotus Syekh Hasyim Asy’ari, dimana membentuk sebuah jam’iyyah yang menuai kebangkitan para ulama yang disebut dengan NU (Nahdhotul Ulama). Disitulah kiprah politik KH. Bisri tertuai. KH.Hasyim beserta KH.Bisri yang menjadi salah satu pendiri NU menegaskan sebagai benteng Ahlu Sunnah Wal Jamaah merupakan peneguhan yang menjadi penopang utama mempertahankan kemerdekaan RI. Dengan hentakkan Resolusi Jihad melawan kolonialisme, dan menjadikan NU sebagai Jam’iyyah yang selalu menjaga NKRI. KH.Bisri menyerahkan hidupnya untuk meneruskan perjuangan gurunya, karena ke tawadhuannya kepada guru utamanya, beliau cukup mentransmisikan karya-karya KH. Hasyim kepada para santri dan masyarakat, terutama terkait dengan pendampingan hukum keagamaan di masyarakat yang saat itu masih awam. Sehingga, KH. Bisri Syansuri dikenal sangat kuat dan kukuh dalam memegang hukum fikih, bahkan beliau terkenal dengan tegas berfikih, lentur bersikap.
*Dimas Setyawan Saputro
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door