Seni Menangani Perselisihan Suami-Istri – KonsultasiSyariah.com
7 mins read

Seni Menangani Perselisihan Suami-Istri – KonsultasiSyariah.com


فن إدارة الصراع بين الزوجين

Oleh:

Prof. Abdullah bin Abdul Aziz al-Khalidi

أ. عبدالله بن عبدالعزيز الخالدي

يتشارك الزوجان في كل تفاصيل حياتهم، ومن الطبيعي أن تحدث الخلافات لأسباب عديدة، وعدم وجود خلافات ليس دليلًا على صحة العلاقة الزوجية، حيث يسعى البعض إلى علاقة مثالية، خالية من العيوب، لكن في حقيقة الأمر الخلافات أمر طبيعي، ولا يخلو بيت من المشاكل، أما صفاء النفوس المطلق فيمكن الحصول عليه في الجنة، يقول سبحانه: ﴿ وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ ﴾ [الحجر: 47]. والمشكلة ليست في وقُوع المُشكلة؛ وإنما في تركها بلا حل.

Suami dan istri selalu bersama dalam setiap sendi kehidupan mereka, sehingga sudah menjadi hal yang lumrah jika terjadi perselisihan di antara mereka karena berbagai sebab. Tidak terjadinya perselisihan bukan menjadi tanda sehatnya hubungan rumah tangga, ketika sebagian orang berusaha untuk memiliki hubungan yang ideal dan tanpa kekurangan.

Namun, pada hakikatnya, perselisihan merupakan perkara yang wajar dan tidak ada rumah tangga yang terbebas dari masalah. Adapun kejernihan jiwa tanpa masalah secara mutlak hanya dapat diraih kelak di surga. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

“Kami mencabut segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka. Mereka bersaudara dan duduk berhadap-hadapan di atas dipan.” (QS. Al-Hijr: 47).

Masalah bukanlah ketika masalah itu terjadi, tapi ketika ia dibiarkan tanpa solusi.

عندما يبدأ الصراع في الحياة الزوجية يصل الأمر إلى حالة من التوتر تشبه الحرب، وقد يحدث الاعتداء بالسب، والعنف، وإن استمرت الحياة الزوجية، فسيكون استمرارها بكدر، فيتكوَّن جرَّاء ذلك سلوكان: أحدهما هجومي، والآخر دفاعي، وذلك استجابة نفسية في كثير من حالات الصراع.

Ketika mulai muncul perselisihan dalam kehidupan berumah tangga, keadaan akan menjadi tegang seperti peperangan, dan terkadang sampai terjadi tindakan berlebihan seperti makian dan kekerasan. Meskipun kehidupan rumah tangga masih mungkin berlanjut, tetapi sejak itu akan berlanjut dengan suasana yang keruh, sehingga akan terbentuk darinya dua sikap, ofensif dan defensif. Ini merupakan reaksi jiwa yang sering kali timbul ketika terjadi perselisihan.

بداية المشكلة خلاف، يتجه إلى جدل، ثم شقاق، فعناد، وأخيرًا يبدأ الصراع، وهو بداية التوتر، ويتجه إلى الإيذاء، وتنحية الطرف الآخر. فالخلاف أزمة، والجدال مفاوضة، والشقاق منحى بدون تفكير بصواب أم بخطأ.

Awal mula permasalahan adalah adanya perbedaan paham, kemudian berlanjut pada perdebatan, lalu persengketaan dan saling membela diri, dan berujung perselisihan. Inilah awal dari ketegangan hubungan dan dapat berlanjut ke tahap saling menyakiti dan menghindari pihak lain. Perbedaan paham adalah krisis, perdebatan adalah perundingan, sedangkan persengketaan adalah pelarian tanpa memikirkan apakah dalam posisi benar atau salah.

هناك نقطتان يجب فهمهما عند إدارة هذا الصراع، النقطة الأولى: التركيز على الحل لا المشكلة، فالعقل لايمكن أن يُوجد الحُلول إذا كان تركيزه منصبًّا على المشكلة، ولأن التركيز السَّلبي يُنشِّط المشاعر السَّلبية التي بدورها تحجُب رؤية الحلول، ولا يعني هذا الكلام تجاهل المشكلة ذاتها، ولتوضيح هذا المعنى أعرض ما حدث لأحد المصانع الكبيرة في اليابان، حيث وجدوا أن عددًا من العبوات فارغة، ولحل هذه المشكلة بدأوا في تصنيع جهاز أشعة للكشف عن العُلَب الفارغة، وخصَّصوا عاملًا لإزالة العبوات، فزاد في التكلفة المالية، في حين حدثت المشكلة في مصنع آخر صغير، قام المصنع بالتفكير في الحل، لا المشكلة؛ فاهتدوا إلى وضع مروحة صغيرة، فتطايرت العبوات الفارغة بسرعة، ولم يكلفهم الحل شيئًا؛ لأن التفكير كان مُنصبًّا على الحل لا على المشكلة، عندما نُركِّز على الحل فإننا نُبدع، ونختصر، وعندما نركز على المشكلة فإننا نخلق مُشكلات أخرى.

Ada dua poin yang harus dipahami dalam mengelola perselisihan, yaitu:

Poin pertama: Fokus pada solusi, bukan pada masalah. Akal tidak mungkin dapat menghadirkan solusi jika yang menjadi tonggak fokusnya adalah masalah. Selain itu, karena fokus terhadap hal negatif akan membangkitkan perasaan negatif, yang pada akhirnya dapat menghalangi akal untuk melihat solusi. Namun, hal ini tidak berarti kita harus berpura-pura bodoh terhadap masalah itu sendiri.

Untuk memperjelas poin ini, saya beri contoh dengan apa yang terjadi di salah satu pabrik besar di Jepang, mereka mendapati bahwa banyak kaleng (sebagai wadah dari hasil produksi mereka) yang tidak terisi. Untuk memecahkan masalah ini, mereka mulai membuat alat yang memancarkan sinar untuk mengungkap kaleng-kaleng mana yang kosong. Namun, mereka harus menugaskan pekerja khusus untuk menyingkirkan kaleng-kaleng itu, sehingga anggaran pengeluaran semakin bertambah.

Sedangkan di pabrik kecil di tempat lain, terjadi masalah yang sama, tapi pabrik ini memfokuskan pikiran mereka pada solusi, bukan pada masalah yang terjadi, sehingga mereka punya ide untuk memasang kipas angin kecil, sehingga kaleng-kaleng yang kosong akan jatuh dengan sendirinya.

Solusi ini tidak membebani pengeluaran mereka sedikit pun, karena pikiran mereka lebih tertuju pada solusi, bukan pada masalah. Ketika kita fokus terhadap solusi, kita akan bersikap lebih kreatif dan efektif, tapi ketika kita lebih fokus terhadap masalah, kita akan menciptakan masalah-masalah yang lain.

النقطة الثانية: يجب التركيز على السلوك الخاطئ بأنه هو المشكلة، ولا ينصبّ تركيزنا على الذات التي سبَّبت المُشكلة، فإذا ركَّزنا على نقد الذات فسنفقد الثقة في قدرات الشخص المقابل، وسيتملَّكه اليأس تجاه إيجاد حل مناسب للمشكلة، وينتهي بتوقع الفشل؛ لأنه قد يعتقد أنَّ ما قدَّمه هو غير نافع، وليس باستطاعته تقديم الأفضل، فهو لا يُخضع قُدراته لتقييم عادل بل لما تسلَّل إلى ذاته من تقييم غيره.

Poin kedua: Kita harus fokus pada sikap yang salah sebagai sumber masalah, tidak mengarahkan fokus kita pada personal yang menimbulkan masalah. Apabila kita fokus mengkritik pribadi seseorang, kita akan kehilangan kepercayaan diri orang tersebut, membuatnya merasa putus asa dalam mencari solusi yang tepat atas masalah yang terjadi, dan akhirnya ia sudah menebak dari awal akan gagal, karena bisa jadi ia menjadi yakin apa yang ia kerjakan tidak bermanfaat dan tidak mampu melakukan yang lebih baik. Ia tidak menilai kemampuannya dengan penilaian yang objektif, tapi dengan keyakinan yang menyusup ke dalam dirinya yang berasal dari penilaian orang lain.

وفي المقابل فإنَّ نقد السلوك مجال رحب للإصلاح، وتعديل التصرفات، بحيث يكون ميزانًا نزن به تصرفاتنا، ونُعَدِّل سلوكياتنا ونُصحِّحها، ونصل إلى الحل بسرعة، أمَّا نقد الذات فإنَّه يُعيق المسيرة ويئد الحلول، ويُفضي إلى الفشل.

Adapun di sisi lain, kritik terhadap sikap merupakan ruang yang lapang untuk melakukan perbaikan pribadi seseorang, karena terdapat standar yang jelas untuk menimbang tindak-tanduk kita, meluruskan sikap-sikap kita, dan mencapai solusi lebih cepat. Sedangkan kritik terhadap pribadi akan menghambat langkah, mengubur solusi, dan menggiring kepada kegagalan.

ويُوجِّهنا القرآن الكريم إلى أهمية نقد السلوك لا الذات؛ فلوط عليه السلام خاطب قومه وقال لهم: ﴿ إِنِّي لِعَمَلِكُمْ مِنَ الْقَالِينَ ﴾ [الشعراء: 168]، فكان موقفه التبرؤ من سلوك قومه، ولم يتبرأ منهم، لم يُبغضهم؛ بل أبغض صنيعهم، فمن يُريدُ حلَّ المُشكلة يكون جُل تركيزه على الحل، وعلى نبذ السلوك الخاطئ، وهذا ما فعله لوط عليه السلام.

Al-Qur’an telah memberi kita arahan tentang betapa pentingnya kritik terhadap sikap, bukan personal, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Luth Alaihissalam berkata kepada kaumnya dengan ucapan:

إِنِّي لِعَمَلِكُمْ مِنَ الْقَالِينَ

“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang sangat benci terhadap perbuatan kalian.” (QS. Asy-Syu’ara: 168). Nabi Luth memosisikan dirinya sebagai orang yang berlepas diri dari sikap kaumnya, bukan terhadap kaumnya itu sendiri, tidak benci mereka, tapi benci perbuatan mereka. Oleh sebab itu, siapa yang ingin mengatasi masalah hendaknya lebih memusatkan fokusnya terhadap solusi dan menangani sikap yang salah, dan inilah yang dilakukan oleh Nabi Luth ‘Alaihissalam.

وفي توجيه قرآني آخر، بالتحديد في صراع ابني آدم، أراد هابيل قتل أخيه! (تركيز على الذات) بأنه هو المشكلة، فلإدارة الصراع، ولحل المشكلة بدأ قابيل في مفاوضة أخاه- والتفاوض من أحد أهم إستراتيجيات حل النزاعات-فأشار على أخيه بتقديم قربان (صدقة) لله سبحانه، فمن تُقبَل صدقته يُؤخذ قوله، قال تعالى: ﴿ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ ﴾ [المائدة: 27]، فعندما لم يُتقبَّل منه قتله، ﴿ فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ ﴾ [المائدة: 30]، ورغم أن الصراع انتهى بالقتل إلا أنهناك حلولًا قُدِّمت، ونوايا جميلة بُذلت لحل الصراع ﴿ لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ ﴾ [المائدة: 28].

Begitu juga dalam arahan Al-Qur’an lainnya, lebih tepatnya pada perselisihan dua anak Nabi Adam. Habil ingin membunuh saudaranya (ia fokus pada personal), dan menganggap saudaranya sebagai masalah.

Namun, untuk mengelola perselisihan dan mencari solusi masalah, Qabil ingin memulai perundingan dengan Habil – dan berunding merupakan salah satu strategi terpenting dalam menyelesaikan perselisihan –, sehingga Qabil mengusulkan kepada saudaranya untuk mempersembahkan kurban untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, siapa di antara mereka berdua yang kurbannya diterima maka pendapatnya yang akan dijalankan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ

“Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lain.” (QS. Al-Maidah: 27).

Namun, ketika kurban salah satunya tidak diterima, ia justru membunuh saudaranya. “Kemudian, hawa nafsunya mendorong dia untuk membunuh saudaranya. Maka, dia pun (benar-benar) membunuhnya.” (QS. Al-Maidah: 30).

Meskipun perselisihan ini berakhir dengan pembunuhan, hanya saja ada solusi-solusi yang diajukan sebelumnya dan niat-niat baik yang dikerahkan demi menyelesaikan perselisihan.

“Sesungguhnya jika engkau menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Maidah: 28).

وهذه صورة أخرى لأحد الصراعات التي ذُكرت في القرآن الكريم تتجلى في قصة يوسف عليه السلام، فقد حكم أُخْوةُ يوسُف على أخيهم بالقتل؛ لأن التركيز كان مُنصبًّا على الذات، وخُفِّف الحكم من القتل إلى حل بديل، ﴿ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ ﴾ [يوسف: 9] حتى وإن تغيرت الطريقة فلا زال التركيز على الذات، فهم لم يفكروا في الحل، بل كان جُلُّ تركيزهم على الذات، والتخلص منها، فلم ينجحوا في حل المشكلة، وأوجدوا مشاكل أخرى متعددة، كانوا في غِنًى عنها.

Berikut ini juga contoh lain dari salah satu perselisihan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu dalam kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Saudara-saudara Yusuf telah menetapkan untuk membunuh Yusuf, karena yang menjadi fokus mereka adalah personal. Kemudian keputusan ini menjadi lebih ringan dari pembunuhan ke keputusan lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengisahkan:

أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ

“Atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian Ayah tertumpah kepadamu dan setelah itu (bertobatlah sehingga) kamu akan menjadi kaum yang saleh.” (QS. Yusuf: 9).

Meskipun cara eksekusi keputusan ini akhirnya berubah, tapi fokus mereka masih tertuju pada pribadi Nabi Yusuf. Mereka tidak memikirkan solusi masalah, tapi justru mereka hanya terfokus pada personal dan terbebas dari orangnya, sehingga mereka tidak berhasil mendapatkan solusi dari masalah mereka, bahkan mereka justru menimbulkan banyak masalah lain yang seharusnya bisa mereka hindari.

فلإدارة الصراع ينبغي أن نركز على الحل لا المشكلة، ويجب أن يكون تركيزنا على السلوك الصادر لا على الذات؛ وبهذا نستطيع إدارة الصراع في حياتنا بِشَكْلٍ صحيح.

Oleh sebab itu, untuk mengelola perselisihan hendaklah kita berfokus pada solusi, bukan pada masalah. Fokus kita harus tertuju pada sikap yang timbul, bukan pada personal. Dengan demikian, kita akan mampu mengelola perselisihan yang ada dalam hidup kita dengan cara yang benar.

Sumber:

Sumber artikel PDF

🔍 Ziarah Kubur Bagi Wanita, Suami Minum Asi, Memotong Bulu Mata, Amalan Pagar Badan Dari Serangan Gaib, Asal Usul Syekh Siti Jenar

Visited 81 times, 1 visit(s) today


Post Views: 49

QRIS donasi Yufid

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door